Dana Pensiunan Wajib, Kelas Menengah Turun Kasta

Share Berita ini ke Sosial Media Lainnya!

Yogyakarta- Peraturan Pemerintah (PP) terkait program pensiun wajib pekerja, PP ini menjadi aturan
turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (P2SK) yang dirancang untuk meningkatkan Replacement Ratio pekerja. Replacement Ratio
merupakan rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan nilai gaji yang diterima saat masih aktif
bekerja.

Dalam Pasal 189 ayat 4 UU P2SK disebutkan bahwa kriteria pekerja yang dikenai dana pensiun wajib
adalah yang telah memiliki pendapatan di atas batas tertentu.Namun rencana pemerintah ini ditentang
banyak pihak, utamanya di kalangan pekerja. Pasalnya, sampai sekarang gaji pekerja di Indonesia sudah
harus sejumlah potongan untuk berbagai jenis iuran.

Mulai dari program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK),
iuran BPJS Kesehatan, Pajak Penghasilan (PPh) 21. Belum lagi adanya rencana iuran tambahan untuk
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).Penambahan potongan gaji dikhawatirkan hanya akan membebani masyarakat, terutama kelas menengah yang makin terjepit. Buntutnya, hal ini bisa berimbas pada penurunan daya beli dan perlambatan ekonomi Nasional.

Dampak lain yang bisa terjadi akibat banyaknya pungutan adalah membuat industri terpukul
sehingga berpotensi kembali terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat perputaran
ekonomi yang melambat.OJK mengatakan peraturan pemerintah soal ini masih dirancang, namun di saat yang sama disebutkanbahwa dana pensiun wajib ini akan disalurkan melalui lembaga pengelola non-bank. Sebagai gambaran,ada dua jenis lembaga keuangan non-bank yang dapat mengelola dana pensiun di Indonesia, yaitu DanaPensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Dari sisi manfaat yang diterima peserta, iuran dana pensiun tambahan akan mirip dengan JaminanPensiun

BPJS-TK. Dengan demikian, maanfaatnya akan diterima peserta secara rutin setiap bulan setelah pensiun.
Apabila pengelolaannya nanti benar-benar dilakukan oleh DPPK, maka ini akan menjadi iuran wajib baru
yang terpisah dengan iuran JP dan JHT ke BPJS-TK. Dengan demikian, pekerja yang terdampak
kebijakan ini kemungkinan akan membayar iuran pensiun ke dua pengelola yang berbeda.

Penulis : Davyn Athaaya
Redaktur : Dina Nofitalia


Share Berita ini ke Sosial Media Lainnya!