Sleman – sumber polusi dari limbah batu bara di Bandung Barat kini menjadi polemik masyarakat dengan dugaan adanya praktik pembuangan limbah batu bara yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), secara ilegal alias melanggar aturan. Limbah tersebut di duga mengandung zat B3 yang secara terang- terangan dibuang ke Jalan Irigasi, Kampung Rongga, Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Barat (KBB) sedang merumuskan langkah penanganan limbah batu bara berupa fly ash dan bottom ash (FABA) yang mencemari Jalan Irigasi. Dikutip dari JabarEkspres.com Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengatakan, secara prinsip jika dugaan limbah tersebut mengandung zat B3 dan dibuang terang-terangan, dinilai merupakan pelanggaran keras.
“Tentu itu tidak diamini atau tidak dibenarkan oleh kebijakan dan aturan yang ada. Karena pembuangan limbah B3 itu diatur dalam undang-undang tentang Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC),” katanya kepada Jabar Ekspres melalui seluler, Kamis (24/10).
Iwang menerangkan, meskipun pihak industri atau swasta dalam operasionalnya mengantongi izin IPLC, namum proses pembuangan limbah produksi, kandungannya sudah tidak dalam kategori zat B3.
“Artinya, perusahaan (yang buang limbah sembarangan) sudah melanggar secara terang-terangan dan tidak mengikuti dengan regulasi aturan yang ada, untuk pengelolaan limbah dari aktivitas yang dilakukan mereka,” terangnya.
Selain itu, Limbah hasil pembakaran batu bara juga menjadi sumber polusi yang berpotensi mencemari lingkungan setempat. Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (P2KL) DLH KBB, Idad Saadudin, menyatakan bahwa salah satu metode penanggulangan yang tengah dipertimbangkan adalah solidifikasi, yaitu proses pemadatan limbah menggunakan material semen agar limbah tersebut tidak menyebar lebih jauh. “Kami berencana melakukan solidifikasi untuk meminimalkan pencemaran. Mengangkut limbah ini memerlukan biaya besar, sehingga solidifikasi dipandang sebagai solusi yang lebih tepat,” kata Idad pada Rabu 23 Oktober 2024.
DLH KBB telah melakukan pengecekan di lokasi dan menemukan tumpukan limbah FABA dengan volume sekitar 10 Meter kubik yang telah tercecer selama dua bulan terakhir. Saat ini, DLH merencanakan solidifikasi pada jalan terdampak sepanjang 305 Meter. “Kami berharap ada bantuan pembiayaan untuk langkah ini,” ujar Idad. Selain penanganan langsung terhadap limbah, DLH juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan puskesmas setempat untuk memantau kesehatan masyarakat sekitar lokasi terdampak.
Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan untuk mengantisipasi paparan limbah FABA yang dapat membahayakan warga. Selain itu, kualitas air sumur di sekitar lokasi akan diuji untuk memastikan tidak ada pencemaran air. Dalam kasus ini, pihak berwenang telah menyegel lokasi pembuangan limbah dan mengambil sampel untuk diuji di laboratorium guna memastikan jenis limbah yang dibuang.
Dugaan awal, limbah ini berasal dari kawasan industri di Batujajar dan Padalarang. Meskipun limbah FABA dari PLTU sudah tidak lagi dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, pengelolaannya tetap harus dilakukan dengan hati-hati, terutama oleh pihak ketiga yang berizin. DLH Bandung Barat terus memantau perkembangan kasus ini, dan berharap langkah-langkah yang diambil bisa mengurangi dampak pencemaran lingkungan serta menjaga kesehatan masyarakat sekitar.
Reporter : Jovan Ibrahim Kusumorahardjo
Editor : Dina Nofitalia