Menkeu Setujui Tuntutan Kenaikan Gaji dan Tunjangan Hakim

Sumber : Pixels, Ilustrasi Hakim
Share Berita ini ke Sosial Media Lainnya!

Jakarta–  Suharto Juru Bicara sekaligus Wakil Ketua Bidang Non-Yudisial Mahkamah Agung , Senin (7/10/2024) menyatakan bahwa usulan perubahan gaji hingga tunjangan hakim telah disetujui Sri Mulyani Menteri Keuangan. Terdapat delapan poin perubahan yang diusulkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah MA. Namun, pihak Kementerian PANRB hanya menyerahkan empat poin, yakni gaji pokok yang diusulkan naik 8-15 persen, uang pensiun naik 8-15 persen, tunjangan jabatan naik sebesar 40-70 persen, dan tunjangan kemahalan.

Akan tetapi, setelah berproses dengan Kemenkeu, hanya tiga usulan Kementerian PANRB yang disepakati, yakni gaji pokok, pensiun, dan tunjangan jabatan. Khusus tunjangan kemahalan akan diperjuangkan pada waktu dan cara lain. Untuk itu, DPR RI sepakat untuk mengatur kesejahteraan Hakim dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jabatan Hakim.

Adapun beberapa tuntutan para Hakim dalam audiensi tersebut adalah meminta percepatan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah MA hingga kenaikan gaji pokok dan tunjangan jabatan sampai 142 persen.

Sebelumnya, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menggelar cuti bersama yang dimulai tanggal Senin (7/10) hingga Jumat (11/10/2024). Aksi serentak tersebut merupakan bentuk protes yang kuat terhadap stagnasi gaji yang telah berlangsung selama 12 tahun terakhir hingga menunjukan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak agar tidak mengganggu naikan tiga poin utama.

Para Hakim menuntut kenaikan gaji sebesar 142 persen, untuk mengimbangi beban kerja dan tanggung jawab besar dalam sistem peradilan di Indonesia. Dukungan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap kesejahteraan Hakim yang dinilai masih jauh dari ideal, dimana gaji dan tunjangan Hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang terkesan usang dan tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid menganggap ketidakmampuan Pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan Hakim sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas Lembaga Peradilan. Tanpa kesejahteraan yang memadai, Hakim menurutnya rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

 Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim. Dengan demikian, pengaturan penggajian Hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Reporter : Fery Christian Silalahi
Editor : Dina Nofitalia


Share Berita ini ke Sosial Media Lainnya!