Yogyakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melaporkan terjadinya kenaikan inflasi yang signifikan di wilayah tersebut selama bulan terakhir. Berdasarkan data yang dirilis Senin (4/10/2024), tingkat inflasi year-on-year mencapai 4,8 persen, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar 3,2 persen.
Kepala BPS DIY, Dr. Suharno, M.Si., menyatakan bahwa kenaikan harga bahan pokok menjadi penyumbang utama terhadap lonjakan inflasi ini.
“Kami mencatat kenaikan harga yang cukup tinggi pada beberapa komoditas pangan seperti beras, cabai, bawang, dan minyak goreng. Faktor cuaca ekstrem yang memengaruhi hasil panen serta kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu turut berkontribusi pada situasi ini,” jelasnya dalam konferensi pers virtual.
Dampak kenaikan inflasi ini sangat terasa bagi masyarakat Yogyakarta, terutama kalangan menengah ke bawah. Survei yang dilakukan tim BPS menunjukkan bahwa 67 persen responden mengaku harus melakukan penyesuaian pola belanja untuk menghadapi kenaikan harga. Sri Wahyuni, seorang pedagang di Pasar Beringharjo, menuturkan omzetnya menurun hingga 40 persen dalam dua bulan terakhir.
“Pembeli sekarang lebih selektif, banyak yang mengurangi jumlah belanjaan atau beralih ke alternatif yang lebih murah. Kami para pedagang juga kesulitan karena harga dari pemasok terus naik, tapi kalau dinaikkan terlalu tinggi, pembeli kabur,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Menanggapi situasi ini, Pemerintah Daerah DIY telah mengambil beberapa langkah strategis untuk menstabilkan harga dan mengendalikan inflasi. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam pernyataannya menegaskan komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah ini. “Kami telah menginstruksikan Dinas Perdagangan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian harga di pasar. Selain itu, kami juga akan menggelar operasi pasar murah di berbagai titik strategis untuk membantu masyarakat mendapatkan bahan pokok dengan harga yang lebih terjangkau,” ujarnya. Pemerintah daerah juga berencana memberikan stimulus kepada petani lokal untuk meningkatkan produksi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.
Para pelaku UMKM di Yogyakarta juga terkena imbas dari situasi ini. Asosiasi UMKM DIY mencatat setidaknya 30 persen anggotanya mengalami penurunan pendapatan akibat kenaikan biaya produksi dan menurunnya daya beli masyarakat. Beberapa pelaku usaha kuliner bahkan terpaksa mengurangi porsi atau menaikkan harga jual untuk mempertahankan margin keuntungan.Meski demikian, semangat gotong royong yang kental di kalangan pelaku UMKM Yogyakarta menjadi modal sosial yang berharga dalam menghadapi tantangan ekonomi ini.
#INFLASI #YOGYAKARTA #UMKM_DIY